Senin, 21 Maret 2016

Surat Tanpa Nama

Surat Tanpa Nama


Hai, aku ini seorang diri
Diruangan dingin tanpa penghuni
Disini gelap dan penuh duka
Tanpa kutahu duka siapa

Yang menemani hanya kertas putih
Dan tinta yang mulai mengering
Kutulis kata demi kata buatmu
Agar kau tahu siapa diriku

Ingin ku melihat dunia luar
Kini aku mulai mengalami kegilaan
Ingin kucium bau harum bunga
Ingin kulihat apa warna langit

Kau baca suratku
Kau mengerti maksudku
Kau bayangkan aku
Apakah kau tahu siapa aku?

Selesaikan baca suratku
Aku tak bisa banyak bicara
Jika kau temukan aku
Kubur aku bersama suratku

Minggu, 06 Maret 2016

Ya Allah... Izinkan aku menjadi kesayangan-Mu

Tuhan...
Apakah untuk menjadi kesayangan-Mu
Aku harus sakit dulu?!



“Apabila Allah mencintai suatu kaum, maka Allah akan menguji mereka.”
(Musnad Imam Ahmad dan dishahihkan oleh Syaikh Albany)        

Duniaku seakan berakhir, hancur, tenggelam, tidak ada tempat melabuhkan nestapa ini. Ingin pergi namun rasanya berdiripun tak mampu apalagi berjalan dan berlari, terik mentari menyengat tepat diubun-ubun, semakin dilanda rasa sepi dan sunyi. Aku tidak pernah tahu kalau ini akan jadi hari terakir belajar bersama para sahabat di kampus dan bermain bersama peri-peri kecilku, “Ya Allah... sakit sekali!” eranganku mengusik ketenangan penumpang lain diangkot itu, “kamu kenapa dek? apa ada yang sakit?” tanya penumpang itu, “Tidak bu, saya baik-baik saja, terima kasih!” jawabku seraya menahan nyeri.

Kelam, semuanya berubah menjadi keheningan dan kesakitan yang belum juga berakhir, semuanya aktivitas biasaku mulai kutinggalkan, tidak ada lagi senyuman semuanya hanya kepedihan dan tangisan.

Satu tahun telah berlalu, aku yang masih terpenjara jeruji derita, tidak pernah menyangka akan terbaring selama ini dengan kondisi yang sangat menyedihkan, tubuh yang hanya berselimut kulit, kaki yang tidak mampu berdiri, air mata yang bahkan setetespun sudah mulai enggan untuk keluar, belum lagi stigma yang keluar dari para bibir-bibir srigala mulai menjilat habis harapanku.

Semua pengobatan sudah dijalani mulai dari cara tradisional, medis, spiritual bahkan sampai berpindah-pindah rumah sakit dan berikhtiar kepada orang-orang pilihanpun sudah dilakukan, namun inilah ujian untukku, untuk keluargaku. Aku bahkan mulai berteman dengan musuh yang menjadi obat rasa sakitku, tajam, nyeri dan pahit senjatanya menghasilkan sensasi yang luar biasa menyakitkan, mencoba berdamai dengan merebahkan tubuh namun rasanya langit seakan runtuh menimpa raga yang mulai tak berdaya ini, kucoba lagi melupakannya dengan memejamkan mata namun sayang, rasanya semakin menjadi sakit, kepala serasa dihantam godam, bunyi letupan-letupan yang menyeramkan mulai terasa diseluruh badan dan fikiran, bola mata yang rasanya mau keluar, panas tak menentu, gemuruh dadaku kian meradang, seperti diintai bayang-bayang kematian. “Apakah ajalku telah datang??? Sungguh, aku tidak tahan!!! Tuhan, bolehkah aku menyerah??! karena setiap yang bernyawa pasti akan mati" teriakku dalam pemberontakan.

“Tidak sayang, kamu kuat nak, kamu kuat, kuaat!!!” bisik malaikatku lembut menggerai ditelinga.

“Aaaarrrgghhh... Sakiiit!!! kenapa ya Allah? kenapa harus aku?! Apa salahku?!” ocehku tak terkendali.

“Sabar sayang, sabaaar!! Allah sayang kamu, ini ujian dari-Nya, pertanda kamu kesayangan-Nya, semua akan indah pada waktunya dan ibu berjanji akan selalu ada disampingmu, menemani masa-masa sulitmu, memelukmu ketika yang lain menjauhimu, menggendongmu ketika kau terjatuh, mengusap setiap tetes air mata yang keluar dari matamu dan mengemis pada sang Khalik ketika kau bertarung nyawa anakku” malaikatku kembali mencoba menguatkanku dibalik air mata dan senyuman pedihnya.

Entah kenapa jarum jam terasa begitu lambat berputar, detik seperti merangkak berat, mentaripun enggan menyapa, rasanya selama hidup inilah hal terberat yang tidak pernah kuinginkan. Disela penantian panjang ada secercah bahagia ketika satu persatu sahabat dan kerabat mulai berdatangan dari yang dekat sampai yang terjauhpun mereka sempatkan untuk bertemu, tersenyum, menguatkanku, serta mendo'akan untuk kebaikan serta kesembuhanku.

Perlahan kubebaskan fikiran tentang jodoh masa depan, target akhir kuliah dengan para sahabat dan karir bermain bersama peri-peri kecilku, meskipun berat tapi aku harus bisa setidaknya untuk ketenangan dan fokus terhadap pengobatan. Jodoh masa depan masih rahasia Illahi, skripsi masih bisa nyusul dan ternyata para sahabat selalu mendukung bahkan berjanji akan membantu dalam hal itu. Namun bagaiman dengan peri-peri kecilku?? Menghabiskan waktu dan bermain bersama mereka merupakan impian dan kebahagiaanku, tapi semuanya harus kupasrahkan pada-Nya, pada sang Maha Pemilik raga ini.

Tahun telah berganti, jatah usia sudah mulai berkurang lagi dan lagi-lagi aku merasa bosan dengan keadaan seperti ini “Ya Allah... Aku mohon jangan biarkan rasa sakit dan kejenuhan ini membunuhku” teriakku dalam hati.

Perlahan raga mulai menyerah melewati jalan yang tak berujung, mencoba memejamkan mata mengalah pada gelapnya malam “Ya Allah... Kenapa aku mulai terasing ditempat ini? Apakah mungkin Kau merindukanku? Tapi aku takut jadi hamba yang terasing dihadapan-Mu!” selintas mimpi yang mampir dalam tidur membuatku terbangun, terlihat malaikatku terlelap dengan mata bengkaknya disampingku, “Oh Allah, belum cukupkan ujian ini menimpaku, malaikatku dan keluargaku??” jeritku dalam hati.

Dua tahun telah berlalu dengan belajar ikhlas dan berserah diri pada yang maha kuasalah akhir dari perjuanganku, aku terus berusaha menyusun tangga kemenangan meskipun sering terjatuh namun mencobanya untuk bangkit lagi, seperti nasihat malaikatku “Anakku, ikhlas dan bersabarlah jalanmu akan seterang mentari, menjerit bukanlah jawaban, menangis bukan pula pintaan, mengutukpun pasti bukan sebuah pembenaran, jangan pernah menyesali nasib, biarkan sepenggal derita menjadi tiket menuju bahagia, jadikan do’a sebagai pedoman dan Allah sebagai tujuan” tegasnya sembari memeluk tubuh ringkih ini dengan erat, tidak ada satupun ketakutan yang membuatnya menjauh dariku, kecuali kematian.

Denganmu malaikat kesayangan yang selalu mengisi hari-hari terang dan gelapku, terima kasih karena telah menemani perjuangan yang sulit ini, banyak duri dan curamnya jurang masalah yang dilalui, dan kau mampu membebaskanku dari para pecundang-pecundang keputus asaan. Meski sering ku ingin berhenti dan menyerah namun kau selalu ada untuk memberikan pilihan terbaik, bahkan kau tetap bersikeras menjadikanku jiwa yang kuat dan selalu bersyukur demi meraih sebuah kemenangan.

Aku harus bersabar menyambut kemenangan atas perjuangan ini dengan doa kepada sang Khalik dengan menjadikanku sebagai kesayangan-Nya, menyembuhkan, mengampuni, menjaga dan mengembalikanku kepada keluarga dan orang-orang yang dikasihi dalam keadaan kembali sehat dan selamat serta bisa saling bertemu bersama menyambung sisa usia dalam asma-Nya menjadi kesayangan-Nya.


Terima kasih ya Allah... Karena, sampai saat ini Kau masih menuntunku untuk terus berjuang, memberiku ni'mat hidup dan keyakinan kepada-Mu, menganugerahkanku malaikat sesempurna makhluk yang bernama "Ibu", Bapak, Keluarga dan Sahabat. Ya Allah, Jagalah hidup mereka dengan limpahan ridho, rahman, rahim dan maghfiroh-Mu.