Tuhan...
Apakah untuk
menjadi kesayangan-Mu
Aku harus sakit
dulu?!
“Apabila
Allah mencintai suatu kaum, maka Allah akan menguji mereka.”
(Musnad Imam
Ahmad dan dishahihkan oleh Syaikh Albany)
Duniaku seakan berakhir, hancur,
tenggelam, tidak ada tempat melabuhkan nestapa ini. Ingin pergi namun rasanya
berdiripun tak mampu apalagi berjalan dan berlari, terik mentari menyengat
tepat diubun-ubun, semakin dilanda rasa sepi dan sunyi. Aku tidak pernah tahu
kalau ini akan jadi hari terakir belajar bersama para sahabat di kampus dan bermain
bersama peri-peri kecilku, “Ya Allah... sakit sekali!” eranganku mengusik
ketenangan penumpang lain diangkot itu, “kamu kenapa dek? apa ada yang sakit?”
tanya penumpang itu, “Tidak bu, saya baik-baik saja, terima kasih!” jawabku
seraya menahan nyeri.
Kelam, semuanya berubah menjadi
keheningan dan kesakitan yang belum juga berakhir, semuanya aktivitas biasaku
mulai kutinggalkan, tidak ada lagi senyuman semuanya hanya kepedihan dan
tangisan.
Satu tahun telah berlalu, aku yang
masih terpenjara jeruji derita, tidak pernah menyangka akan terbaring selama
ini dengan kondisi yang sangat menyedihkan, tubuh yang hanya berselimut kulit,
kaki yang tidak mampu berdiri, air mata yang bahkan setetespun sudah mulai
enggan untuk keluar, belum lagi stigma yang keluar dari para bibir-bibir
srigala mulai menjilat habis harapanku.
Semua pengobatan sudah dijalani mulai
dari cara tradisional, medis, spiritual bahkan sampai berpindah-pindah rumah
sakit dan berikhtiar kepada orang-orang pilihanpun sudah dilakukan, namun inilah
ujian untukku, untuk keluargaku. Aku bahkan mulai berteman dengan musuh
yang menjadi obat rasa sakitku, tajam, nyeri dan pahit senjatanya menghasilkan
sensasi yang luar biasa menyakitkan, mencoba berdamai dengan merebahkan tubuh
namun rasanya langit seakan runtuh menimpa raga yang mulai tak berdaya ini,
kucoba lagi melupakannya dengan memejamkan mata namun sayang, rasanya semakin
menjadi sakit, kepala serasa dihantam godam, bunyi letupan-letupan yang
menyeramkan mulai terasa diseluruh badan dan fikiran, bola mata yang rasanya
mau keluar, panas tak menentu, gemuruh dadaku kian meradang, seperti diintai
bayang-bayang kematian. “Apakah ajalku telah datang??? Sungguh, aku tidak
tahan!!! Tuhan, bolehkah aku menyerah??! karena setiap yang bernyawa pasti akan
mati" teriakku dalam pemberontakan.
“Tidak sayang, kamu kuat nak, kamu
kuat, kuaat!!!” bisik malaikatku lembut menggerai ditelinga.
“Aaaarrrgghhh... Sakiiit!!! kenapa ya
Allah? kenapa harus aku?! Apa salahku?!” ocehku tak terkendali.
“Sabar sayang, sabaaar!! Allah sayang
kamu, ini ujian dari-Nya, pertanda kamu kesayangan-Nya, semua akan indah pada
waktunya dan ibu berjanji akan selalu ada disampingmu, menemani masa-masa
sulitmu, memelukmu ketika yang lain menjauhimu, menggendongmu ketika kau
terjatuh, mengusap setiap tetes air mata yang keluar dari matamu dan mengemis
pada sang Khalik ketika kau bertarung nyawa anakku” malaikatku kembali mencoba
menguatkanku dibalik air mata dan senyuman pedihnya.
Entah kenapa jarum jam terasa begitu lambat
berputar, detik seperti merangkak berat, mentaripun enggan menyapa, rasanya
selama hidup inilah hal terberat yang tidak pernah kuinginkan. Disela penantian
panjang ada secercah bahagia ketika satu persatu sahabat dan kerabat mulai
berdatangan dari yang dekat sampai yang terjauhpun mereka sempatkan untuk
bertemu, tersenyum, menguatkanku, serta mendo'akan untuk kebaikan serta
kesembuhanku.
Perlahan kubebaskan fikiran tentang
jodoh masa depan, target akhir kuliah dengan para sahabat dan karir bermain
bersama peri-peri kecilku, meskipun berat tapi aku harus bisa setidaknya untuk
ketenangan dan fokus terhadap pengobatan. Jodoh masa depan masih rahasia
Illahi, skripsi masih bisa nyusul dan ternyata para sahabat selalu mendukung
bahkan berjanji akan membantu dalam hal itu. Namun bagaiman dengan peri-peri
kecilku?? Menghabiskan waktu dan bermain bersama mereka merupakan impian dan
kebahagiaanku, tapi semuanya harus kupasrahkan pada-Nya, pada sang Maha Pemilik
raga ini.
Tahun telah berganti, jatah usia sudah
mulai berkurang lagi dan lagi-lagi aku merasa bosan dengan keadaan seperti ini
“Ya Allah... Aku mohon jangan biarkan rasa sakit dan kejenuhan ini membunuhku”
teriakku dalam hati.
Perlahan raga mulai menyerah melewati
jalan yang tak berujung, mencoba memejamkan mata mengalah pada gelapnya malam
“Ya Allah... Kenapa aku mulai terasing ditempat ini? Apakah mungkin Kau
merindukanku? Tapi aku takut jadi hamba yang terasing dihadapan-Mu!” selintas
mimpi yang mampir dalam tidur membuatku terbangun, terlihat malaikatku terlelap
dengan mata bengkaknya disampingku, “Oh Allah, belum cukupkan ujian ini
menimpaku, malaikatku dan keluargaku??” jeritku dalam hati.
Dua tahun telah berlalu dengan belajar
ikhlas dan berserah diri pada yang maha kuasalah akhir dari perjuanganku, aku
terus berusaha menyusun tangga kemenangan meskipun sering terjatuh namun
mencobanya untuk bangkit lagi, seperti nasihat malaikatku “Anakku, ikhlas dan
bersabarlah jalanmu akan seterang mentari, menjerit bukanlah jawaban, menangis
bukan pula pintaan, mengutukpun pasti bukan sebuah pembenaran, jangan pernah
menyesali nasib, biarkan sepenggal derita menjadi tiket menuju bahagia, jadikan
do’a sebagai pedoman dan Allah sebagai tujuan” tegasnya sembari memeluk tubuh
ringkih ini dengan erat, tidak ada satupun ketakutan yang membuatnya menjauh
dariku, kecuali kematian.
Denganmu malaikat kesayangan yang
selalu mengisi hari-hari terang dan gelapku, terima kasih karena telah menemani
perjuangan yang sulit ini, banyak duri dan curamnya jurang masalah yang dilalui,
dan kau mampu membebaskanku dari para pecundang-pecundang keputus asaan. Meski
sering ku ingin berhenti dan menyerah namun kau selalu ada untuk memberikan
pilihan terbaik, bahkan kau tetap bersikeras menjadikanku jiwa yang kuat dan
selalu bersyukur demi meraih sebuah kemenangan.
Aku harus bersabar menyambut kemenangan
atas perjuangan ini dengan doa kepada sang Khalik dengan menjadikanku
sebagai kesayangan-Nya, menyembuhkan, mengampuni, menjaga dan mengembalikanku
kepada keluarga dan orang-orang yang dikasihi dalam keadaan kembali sehat dan
selamat serta bisa saling bertemu bersama menyambung sisa usia dalam asma-Nya
menjadi kesayangan-Nya.
Terima kasih ya Allah... Karena, sampai
saat ini Kau masih menuntunku untuk terus berjuang, memberiku ni'mat hidup dan
keyakinan kepada-Mu, menganugerahkanku malaikat sesempurna makhluk yang bernama
"Ibu", Bapak, Keluarga dan Sahabat. Ya Allah, Jagalah hidup mereka
dengan limpahan ridho, rahman, rahim dan maghfiroh-Mu.